Konflik Masyarakat Desa Cikembulan dan Toto Hutagalung Mencari Resolusi Damai
Pangandaran, globalaktual.com – Konflik yang melibatkan warga Desa Cikembulan melalui Forum Peduli Sempadan Pantai Cikembulan (FPSPC) dengan pengusaha Toto Hutagalung kian memanas. Persoalan ini timbul akibat sengketa lahan HPL di sekitar Pantai Cikembulan yang hingga kini belum menemui titik terang. Ketegangan semakin memuncak setelah Toto Hutagalung diduga tidak mengindahkan kesepakatan yang dibuat bersama Pemda Pangandaran dan terus melanjutkan aktivitas pembangunan di atas lahan yang dinyatakan ilegal, Minggu (26/01/2025), rapat terbatas yang diadakan di Baralak Cafe & Resto menghadirkan sejumlah tokoh masyarakat, RT/RW, dan perwakilan Forum Aktivis Peduli Sempadan Pantai Pangandaran. Agenda utama adalah membahas konflik yang kompleks ini serta mencari solusi damai guna menghindari potensi gesekan yang merugikan semua pihak.
Persoalan dimulai ketika Toto Hutagalung diduga melanggar peraturan terkait pengelolaan lahan di kawasan Cikembulan. Ketua Tim HPL Pemda Pangandaran, Sarlan, S.IP., sebelumnya telah mengeluarkan keputusan bahwa lahan tersebut harus dikembalikan sebagai aset desa dan bangunan milik Toto wajib dibongkar. Namun, Toto tidak menghentikan aktivitas pembangunan di lokasi tersebut.
Jajang (54), Tokoh Masyarakat sekaligus RT Dusun Cikembulan, menyatakan bahwa warga bingung dengan situasi ini.
“Ada apa sebenarnya antara pemerintah daerah dengan Toto Hutagalung? Gaya hidupnya yang gemar memamerkan senjata api dan mengaku dekat dengan petinggi negara membuat warga resah,” ungkapnya. Bahkan, beberapa orang mengaku diancam menggunakan senjata api oleh Toto Hutagalung ketika dianggap menghalangi kepentingannya.
Dr. H. Dudung Indra Ariska, SH., MH., seorang tokoh masyarakat sekaligus pakar hukum yang juga warga Desa Cikembulan, menyoroti pentingnya mencari jalan damai.
Dudung menyarankan agar konflik ini tidak diselesaikan secara tergesa-gesa melalui jalur litigasi.
Menurutnya, meskipun penyelesaian melalui pengadilan memberikan kepastian hukum, prosesnya panjang dan cenderung merusak hubungan antar pihak.
“Ada alternatif yang lebih efektif, yaitu mediasi. Jika kedua belah pihak bersedia dan terbuka untuk bermediasi, saya siap menjadi mediator,” ujar Dudung.
Dudung menegaskan, mediasi memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan litigasi. Selain lebih murah dan cepat, mediasi dapat menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan tanpa ada pihak yang merasa kalah. Hasil mediasi yang mencapai perdamaian pun memiliki kekuatan hukum setara dengan putusan pengadilan.
Ia berharap, konflik antara warga Desa Cikembulan dan Toto Hutagalung ini dapat diselesaikan dengan cara yang lebih humanis dan damai demi kebaikan bersama. “Mudah-mudahan upaya ini diterima dengan baik oleh semua pihak,” pungkasnya.
Sengketa ini diharapkan segera menemukan titik terang, sehingga warga Desa Cikembulan dapat kembali hidup tenang tanpa dihantui konflik berkepanjangan. (Hrs)