Bisakah tanah di Pantai disertipikatkan?
Oleh: Dr. Udin Narsudin, SH., M.Hum., SpN
Tanah yang dimohon sertipikasinya Tidak berada di Sempadan Pantai (Harim Laut). Tanah yang berada di dalam radius sempadan pantai bukan objek sertipikasi dan tidak dapat disertipikatkan untuk swasta (privat) kecuali untuk keperluan tertentu yang sudah mendapat ijin.
Sempadan pantai ditentukan 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pantai masuk dalam kewilayahan pesisir yaitu daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Tanah yang masuk di daerah sempadan pantai dapat diberikan sertipikat HAK PAKAI jika peruntukkannya untuk usaha tambak yang memang harus di pantai tepi laut, setelah ada ijin lokasi dari Bupati/Walikota.
Atau dapat juga diberikan HGB/Hak Pakai jika tanah-tanah yang diperuntukkan sebagai pelabuhan.
Pengaturan pemilikan tanah sempadan pantai bukan instrument hukum untuk mengambil alih kepemilikan orang atas HAT yang sudah ada sebelumnya, tetapi pengaturan penggunaan dan pemanfaatan tanah sempadan pantai dan kepemilikan tanah baru.
Pasal 17 ayat (4) UU 1/2014 tentang Perubahan atas UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada prinsipnya menyatakan bahwa pensertipikatan tanah di objek daerah pantai dilarang kecuali ada Ijin Lokasi.
Ijin Lokasi dari Bupati/Walikota harus dengan kajian AMDAl dan ijin dari kementerian yang terkait dengan rencana penggunaan, baru kemudian dapat ditindaklanjuti dengan sertipikasi HAT nya.
PMA & Tata Ruang/Kepala BPN 17/2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah pesisir dan Pualu-Pulau Kecil menegaskan pemberian HAT pada pantai atau wilayah pesisir pantai, antara lain:
a. bangunan yang digunakan untuk pertahanan dan keamanan;
b. pelabuhan atau dermaga;
c. tower penjaga keselamatan pengunjung pantai;
d. tempat tinggal masyarakat hukum adat atau anggota masyarakat yang secara turun temurun sudah bertempat tinggal di tempat tersebut, dan;
e. pembangkit tenaga listrik.
Pemberian HAT bisa diberikan di wilayah perairan pesisir, antara lain jika untuk:
-program strategis negara;
-kepentingan umum;
-permukiman diatas air bagi masyarakat adat, dan/atau;
-pariwisata.
Perhatikan juga ketentuan:
Pasal 19 UU No. 1/2014 tentang Perubahan atas UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil:
(1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau- pulau kecil untuk kegiatan:
1. produksi garam;
2. biofarmakologi laut;
3. bioteknologi laut;
4. pemanfaatan air laut selain energi;
5. wisata bahari;
6. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau
7. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam,
wajib memiliki Izin Pengelolaan.
Pasal 78A: “Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri”.
Pasal 78B: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, izin untuk memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun”.
(Dr. Udin Narsudin, SH., M.Hum., SpN).