Lembaga Pelaksana Rehabilitasi Sosial Anak Pertama dan Hanya Ada di Priangan Timur 

Pangandaran, globalaktual.com – Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Yayasan Pendidikan Islam I’anatush-shibyan Pangandaran merupakan sebuah lembaga pelaksana rehabilitasi sosial anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang secara resmi ditunjuk oleh pemerintah pusat  sejak diberlakukannya UU RI Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yaitu pada tanggal 30 Juli tahun 2014 melalui SK Kementerian Sosial RI Nomor: 44/HUK/2015.

Ketua LPKS Yayasan Pendidikan Islam I’anatush-shibyan Liunggunung Kabupaten Pangandaran H. Rahman Hidayat mengatakan, Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, sampai pembinaan dalam lembaga dan pemulangannya di masyarakat telah memperhatikan hak-hak anak yang harus dipenuhi saat menjalani proses peradilan pidana. Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) merupakan anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban hukum, dan anak sebagai saksi tindak pidana (Pasal 1 ayat (2) UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

“Anak yang berhadapan dengan hukum terdiri dari: (1) Anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu anak yang telah berusia 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana, (2) Anak yang menjadi korban tindak pidana, yaitu anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana dan (3) Anak yang menjadi saksi tindak pidana, yaitu anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialaminya sendiri,”kata H. Rahman Hidayat di ruang kerjanya, Sabtu (07/13/2024).

LPKS Yayasan Pendidikan Islam I’anatush-shibyan Liunggunung Kabupaten Pangandaran mempunyai wilayah kerja se-Priangan Timur (6 Kabupaten/Kota) yaitu: Kabupaten Pangandaran, Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.

“LPKS I’anatush-shibyan Pangandaran telah menjadi mitra kerja BAPAS Kelas II Garut, 6 Polres di enam Kabupaten/Kota, 5 Kejaksaan Negeri di enam Kabupaten Kota dan 4 Pengadilan Negeri di enam Kabupaten Kota. Bahkan mulai tahun 2018 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cilacap telah memberikan Putusannya ke LPKS I’anatush-shibyan Pangandaran,”ucapnya.

Prinsip pelindungan ABH menurut H. Rahmat Hidayat harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah R.I. dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak Berhadapan dengan Hukum, agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberikan kesempatan kepada Anak Berhadapan dengan Hukum melalui pembinaan agar diperoleh jati dirinya menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi dirinya sendiri, orang tua, keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara.

“Dalam melaksanakan Rehabilitasi Anak yang Berhadapan dengan Hukum, suka dan duka serta segala rintangan kami lalui. Adapun kendala bagi lembaga milik masyarakat seperti kami adalah mengenai pendanaan terutama untuk kebutuhan dasar Anak dan kendaraan serta biaya operasionalnya untuk layanan Anak,”ujarnya.

H. Rahmat Hidayat menambahkan, ABH yang sudah mendapatkan penanganan perkara pidana yang sangat khusus karena penanganan perkara pidana terhadap anak diatur sendiri di dalam peraturan yang mengaturnya yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) No.65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum berumur 12 tahun, Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Jaksa Agung No.06/A J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.

“Dalam penanganan masalah ABH kami bekerja sama dengan para APH, Alhamdulillah APH di wilayah kerja kami sudah sangat solid dalam hal kerja sama pada penanganan ABH. Namun yang menjadi kendala bagi kami yaitu masalah pendanaan dalam melaksanakan rehabilitasi (Penjangkauan, Pendampingan lebih khususnya kebutuhan dasar yang menyangkut biaya makan dan kesehatan),”ungkapnya.

Ditambahkannya, Prinsip penanganan ABH harus memperhatikan konsistensi dalam upaya mewujudkan kehormatan dan harga diri anak, menegakkan penghormatan terhadap hak ABH dan kebebasan dasar lainnya, serta mengasumsikan Anak memiliki peran yang konstruktif di masa yang akan datang perhatian khusus terhadap hak-hak anak yang harus dipenuhi saat menjalani proses peradilan pidana.

“Pemerintah bukannya tidak memberi bantuan, tapi bantuan yang diberikan kepada lembaga kami melalui Kemensos RI sangatlah jauh dari kata cukup, untuk anggaran tahun 2022 saja lembaga kami hanya diberi jatah untuk 27 anak/tahun  yang berbentuk paket sembako,”tegasnya.

Apalagi untuk tahun 2023 kami tidak menerima bantuan apapun dari pemerintah khususnya Kementerian Sosial RI.

“Padahal pada analisa kebutuhan dasar lembaga, kami membutuhkan biaya yang cukup besar,”pungkas H. Rahmat Hidayat. (Hrs)

admin

Situs Berita Teraktual

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *