Diduga Ada Setoran Upeti di Pelantikan Pejabat Administrator dan Pengawas Kepulauan Seribu?
globalaktual.com, SUNTER| – Pergantian jabatan pada sebuah tataran birokrasi pemerintahan merupakan sebagai kebutuhan organisasi dalam rangka hadirkan dinamisasi manajemen yang baik, cepat dan tepat.
Namun, pergantian jabatan tidak dipungkiri, berpotensi juga dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang, sehingga tidak jarang makna dari pergantian jabatan itu pun berubah haluan menjadi ajang “jual beli jabatan”.
Seperti halnya pada kasus “jual beli jabatan” yang terjadi baru-baru ini di Kabupaten Probolinggo, yang akhirnya menyeret Bupati Puput Tantriana Sari dan suaminya duduk di kursi pesakitan, tersandung kasus dugaan penerimaan suap terkait seleksi kepala desa di Kabupaten Probolinggo.
Paska pelantikan 33 pejabat Administrator dan Pengawas di lingkup Pemerintahan Kabupaten Admistratif Kepulauan Seribu, (31/8/2021), telah menyisakan berbagai pertanyaan yang menggantung dibenak sebagian besar warga masyarakat yang tinggal di wilayah kepulauan tersebut.
Pasalnya, dalam proses pelaksanaannya pada pelantikan pejabat Administrator dan Pengawas di lingkup Pemerintahan Kabupaten Admistratif Kepulauan Seribu itu, diduga sebagai sarat dengan praktek KKN.
Sumber media ini menyebut terkait kebijakan dalam penentuan rotasi jabatan baru di lingkup pemerintahan daerah kabupaten, adalah sebagai kewenangan mutlak seorang bupati selaku Kepala Pemerintah Daerah Tingkat II.
Terkait dengan itu, pergunjingan bernada minor pun semakin terus bergulir membesar bak bola salju. Dan selalu menjadi topik obrolan hangat diberbagai strata sosial warga masyarakat yang ada di wilayah Kep.Seribu, yang menyoal terkait dugaan adanya “setoran upeti” dalam rotasi jabatan, (31/8/2021), yang baru saja usai dilaksanakan di Gedung Mitra Praja Sunter Jakpus beberapa waktu lalu.
“Jika mentalnya pejabat sudah dimulai dengan cara seperti itu, dipastikan nantinya si pejabat itu akan menghalalkan berbagai cara, karena apa yang dia raih itu bukan berdasarkan dari prestasi yang dibangun dari etos kerja yang baik, tetapi justru didapat dengan cara instan yakni dengan kekuatan duit,” celoteh seorang warga yang mengaku berasal dari Kelurahan Pulau Kelapa membuka obrolan.
Obrolan hangat di sebuah kedai kopi di kawasan pelabuhan Muara Angke itu pun akhirnya menjadi semakin seru.
Berbagai komentar terus saling menyambut diantara mereka sembari menikmati hangatnya secangkir kopi yang terhidang di meja kedai itu.
Bagi mereka menikmati hangatnya kopi, tidak lagi sekedar untuk menikmati sebuah proses serbuk kopi hitam lalu diseduh air panas semata.
Tapi keberadaan secangkir kopi panas yang tersaji di meja, bagi mereka sepertinya sudah menjadi bagian dari sosial drink.
Menyimak antusiasme yang diperlihatkan oleh warga yang sebagian besar berasal dari berbagai pelosok wilayah di Kepulauan Seribu tersebut.
Betapa telah membuktikan bahwa warga masyarakat pun sesungguhnya memiliki rasa kepedulian terhadap berbagai urusan yang berkaitan dengan pemerintahan.
“Ya jangan dianggap bodoh dong rakyat itu, jangan hanya karena ingin mengejar setoran terus aspirasi warga masyarakat diabaikan, soalnya fakta yang terjadi saat ini sosok sosok yang dilantik oleh Pak Bupati banyak yang punya catatan merah alias tidak bagus kinerjanya selama menjadi PNS,” ujar warga lainnya turut mengomentari obrolan yang tengah dibahas.
“Nah, malah pejabat Plt yang terlihat bagus kinerjanya, kok gak diangkat jadi pejabat definitif, perlakuan ini sangat mencederai terhadap aspirasi warga masyarakat dan itu sama artinya bahwa Pak Bupati tidak punya mata telinga untuk melihat dan mendengar aspirasi rakyatnya,” ujar Yudi bukan nama sebenarnya, tapi mengaku sebagai warga asli di Kelurahan Pulau Kelapa.
Wargapun berharap Bupati Junaidi dapat menempatkan kebijakan yang tepat sesuai dengan wewenangnya , terlebih dalam waktu dekat ini, menurut sumber media ini, akan ada lagi proses rotasi jabatan di lingkup Pemerintahan Kabupaten Admistratif Kepulauan Seribu.
Vox Populi, Vox Dei makna ungkapan dari ujar-ujar bijak bahasa latin ini mengandung arti bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Artinya, suara rakyat harus dihargai sebagai penyampai kehendak Ilahi. Dan jika diabaikan niscaya akan ada konsekuensi logis yang timbul dari akibat itu.
(M.F.Mirza)