Puisi Puisi
KISAH
jeng woro dara kebumen mata-mata kelinci
berbedak tipis
betulkah ?
otak bergerak
dari waktu
ke muara sunyi
musik kikuk
bulan berlumut
segala cerita
kepastian
masa purba
kematian pendek
Jakarta, 1985
RUMAH MUNGIL TANAH MERDEKA
di sini puisiku bernyanyi
masa kanak-kanak memanjang
membentur pohon rambutan
wajah Yesus di jantung kami
apa saja
tergenang dalam sejarah
boneka panda di kursi, patung porselen, kelinci putih
menggelinding dari matahari yang tuli
nikmat menghitung hari-hari
yang tak pernah tertulis
dalam almanak
Jakarta, 1984
TRAUMA
tutup jendela kamar
di luar terdengar
ringkik kuda terluka
si kembar hitam
dari kota Bima
membawa seikat cinta
dan nyawa
dari waktu ke waktu
sabankali bertanya
nama siapa mengalir air mata
di altar gereja
tanpa suara
Jakarta, 1984
ABSTRAK
beban digergaji
gelisah bunga
suara tak bersenyawa
bayi-bayi telah kehilangan tetek ibu
bila nelayan malas berlayar
ke sebuah pulau tuli
engkau pun jadi kemarahan usang
Jakarta, 1984
BERLAYAR DI HOTEL TUA
suatu ketika
kami berdansa
dalam api menyala
dengan sebelah mata buta
mengeja mesra
tiap gerik waktu
sepi tergangga
ada aroma darah
dalam genangan daun ganja
pil iblis
menyerang suara anjing
getir
laut jadi mengering
Jakarta, 1984
AIRMATA MENYERBU
sebuah kota dingin
lahir dari perutmu
deras
seperti aliran sungai
menuju ke muara rembulan
apalagi harus ditikam
saudara kembar sudah memecahkan bumi
pelan dan pasti
sepi itu
akan makin berlemak
Jakarta, 1983
PERISTIWA DUA
apa teramat keramat
partikel atom
alpa dicatat
di ruang-ruang angkasa yang membuta
bila deru amdal pabrik terlelap
perundingan hanya menunda
pertumpahan darah
lalu siapa yang salah ?
petinggi bertanya di negeri ini
Jakarta, 1983
PADA NONA Y
nama kecilmu
meledak
kupunguti pecahannya
satu per satu
dengan otak membatu
Jakarta, 1983
OTAK MEREKAM
tiba-tiba cuaca terkejut
sampai pori-pori waktu bersapa
gerangan apa dalam genangan
perempuan masih gemar bercumbu
dengan terumbu karang
hidup bukan hanya bersolek
ataukah menabur kemenyan
dalam galian kubur
tangisilah nyawa-Nya
sebab jarak tata surya
hanya lima detik
sesudah itu
sunyi
lumpuh
Jakarta, 1983
KALAH ATAU MENANG
kita berangkat dari sebuah titik
makin lama menjelma jadi mata air
lalu mencium ikan-ikan beracun di danau
tanpa sayap
(padahal jarak kota yogja dan new york hanya segaris, kepastian-kepastian semu)
Kristus pernah engkau dengar bukan ?
bermazmur
sesungguhnya cinta itu
permainan gila para tukang potret amatiran
hayo, kita berkelahi tanpa badik
melawan matahari betina itu
agar sinarnya yang manja
tak lagi menghamili
hewan-hewan langka kegemaranmu
percayalah
sejarah akan tunduk
atau kita pura-pura menjadi malaikat manis
yang berlari dari kandang sapi
rindu tidur di kereta angin
mulailah
Jakarta, 1983
ELEGI
duka-duka gunung batu ini
punya siapa
pecah
dari lubang roh-Nya
terbang menembus dua tangan damai
siapa lagi yang mampu memerdekakan tidurnya
Jakarta, 1980
SAJAK MALAM
hati kelelawar
menyapu malam
tak kudengar
lagu pujian
di mulut laut
suaramu jadi lumpuh
dari titik nol
engkau harus menjelajah rembulan
sedangkan aku mencari jejak sekarat
kita tembus perut kota
dimana hujan turut merampas
opera kita yang tolol
Jakarta, 1980. (***)
Penulis : Eykel Lasflorest
Pemerhati Sastra
di-Jakarta